Kamis, 26 Maret 2009

PEMAIN KAMPUNG (4)

Pertandingan dilanjutkan kembali, kali ini berjalan lebih keras dari sebelumnya. Bakos ngamuknya makin menjadi-jadi. Begitu pula pemain KAPUWAS, “Jihad fi sabiilillah” kata mereka.
Pelanggaran-pelanggaran keras sangat sering terjadi, boleh dibilang tiap menit. Wasit hampir kehabisan nafas meniup peluitnya terus menerus. Malah kadang-kadang peluit tersebut tidak bisa bunyi karena sudah kepenuhan oleh air liur wasit.
Suatu ketika wasit meniup peluitnya keras-keras karena melihat suatu pelanggaran dilakukan oleh salah seorang pemain KAMBER. Namun pemain itu terus saja menggiring bola walau peluit telah ditiup berkali-kali. Tak terkira kesalnya hati wasit, terdengar gemeletuk giginya dari jarak beberapa meter. Sambil mengepal-ngepalkan tangannya si wasit mengejar pemain tersebut. Tapi setelah dekat, wasit jadi tertegun tatkala matanya tertuju pada seonggok kapas yang menutupi lubang telinga si pemain bandel itu. Wasit menarik nafas panjang. Segera ia mengurungkan niatnya untuk ‘mensadakahkan’ tinjunya ke muka pemain tersebut.
“Anda sebagai wasit harus ngerti dong, kuping saya lagi flu” ketus pemain itu. Wasit hanya bisa manggut-manggut.
Bola kembali bergulir, kali ini dikuasai oleh salah seorang pemain KAPUWAS yang mengutak atik bola sendirian tanpa mau mengover pada temannya. Rupanya pemain ini ingin memamerkan kepintarannya menggoreng bola. Beberapa pemain Kesebelasan KAMBER berhasil dilewatinya dengan mudah.
“Nih, rebut kalau bisa” katanya dengan nada sombong sambil melewati salah seorang pemain yang berusaha merebut bola dari kakinya.
Tapi entah bagaimana pasalnya, tiba-tiba saja pemain sombong itu tersungkur seketika tatkala berusaha melewati Mohdan, salah seorang pemain KAMBER yang konon jago silat. Wasit tidak melihat dengan jelas penyebab jatuhnya pemain sombong tadi sehingga ia tidak meniup peluitnya. Dan saat itu iapun membiarkan saja Mohdan menggiring bola dengan cepatnya menuju gawang KAPUWAS. Pemain belakang KAPUWAS kelabakan, sesaat lagi Mohdan masuk kotak penalti. Mau tak mau, salah seorang dari mereka, yakni si pemain bayaran memberanikan diri menggaet kaki Mohdan yang sedang berlari kencang.
Akibatnya Mohdan jatuh tersungkur dengan kerasnya sampai terguling-guling. Gedebbbukk…..byurrrrr. Begitu suara yang terdengar. Tapi anehnya, Mohdan yang terjatuh tadi tidak terlihat di tengah lapangan. “Lho, kok menghilang” tanya penonton sambil mata mereka mencari-cari di mana Mohdan.
Selidik punya selidik, ternyata Mohdan nyungsep masuk ke kubangan kerbau. Menurut perkiraan mbah dukun, Mohdan harus dipanggilkan ambulance. Namun dugaan mbah dukun ternyata meleset karena tiba-tiba saja Mohdan bangkit, langsung pasang kuda-kuda ngeluarin silatnya. Pemain bayaran yang menggaet kaki Mohdan tadi ternganga, detik itu juga sebuah pukulan maut dengan telak mengenai rahangnya. Akibatnya, pemain yang malang itu roboh tak bangkit-bangkit lagi sampai hitungan ke sepuluh dari wasit.
Si Pemain bayaran dinyatakan kalah KO dan pemenangnya Mohdan langsung mendapat hadian ‘kartu merah’, dikeluarkan dari lapangan. Mohdan protes keras, wasit dikatakannya berat sebelah. Kartu merah itupun direbut dari tangan wasit lalu dirobek. Wasit tak mau kalah. Segera ia keluarkan lagi “kartu merah” lainnya yang ternyata adalah bungkus rokok gudang garam yang sudah rada-rada ceper di kantong celananya. Mohdan masih tetap tidak terima. Hampir saja pipi montok sang wasit dihantamnya. Untunglah pada saat yang genting itu Gafan datang melerai, kalau tidak ....sudah dapat dibayangkan, panitia pertandingan akan rugi besar karena harus menanggung biaya pengobatan wasit di rumah sakit.
Setelah Gafan turun tangan, Mohdan mau juga keluar dari lapangan pertandingan. Demi menghormati sang kapten, katanya. Namun sebelum keluar dari lapangan, sempat juga ia mengeluarkan ancaman-ancaman sadis untuk wasit sehingga membuat lutut beserta bulu-bulu kaki wasit gemeteran. Nampak Mohdan keluar lapangan dengan sekujur tubuh belepotan penuh lumpur hitam pekat. Dari belakang badannya lebih mirip zombi. Bahkan seorang anak kecil bilang, Mohdan mirip godzilla yang ditontonnya di VCD. Sesampainya di luar lapangan tak seorang pun yang mau mendekatinya. Malah wak dukun menyuruhnya segera menjauh karena menurutnya magicnya akan sial bila berdekatan dengan orang penuh lumpur tahi kerbau. Sungguh malang nasibnya.
Pertandingan dilanjutkan kembali, pemain kedua kesebelasan kali ini sudah sama-sama lupa diri, tepatnya lupa daratan ingat lautan. Sudah tidak mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan FIFA. Mereka bermain ala kampung, bola sudah meninggalkan lapangan, namun adu betis masih tetap berlangsung. Tentu dalam hal ini Bakos-lah yang paling banyak berperan.
Suatu ketika Bakos dengan sedikit agak keras mengganjal salah seorang pemain KAPUWAS sampai jungkir balik hingga menyebabkan muka pemain itu harus mampir sejenak di tumpukan tahi kerbau setengah kering yang menghiasi lapangan. Wasit meniup peluitnya sambil berlari ke arah Bakos yang sedang tertawa melihat hasil karyanya. Tawa Bakos terhenti seketika karena wasit memberinya kartu merah dan langsung mengusirnya keluar lapangan dengan tidak hormat.
Bakos protes keras, “Saya mengganjelnya ndak terlalu keras pak! Tadi yang nomor 19 ngganjelnya keras, kok cuma dikasih kartu kuning ? Ndak adil dong, pokoknya saya ndak terima” ketus Bakos.
“Iya pak, ndak bisa dong sembarangan kasi orang kartu merah” Gafan ikut menimpali, takut kehilangan jagonya. Begitu pula pemain-pemain KAMBER lainnya ramai-ramai ikut protes sambil mendorong-dorong tubuh wasit hingga hampir nyungsep ke semak-semak di pinggir lapangan.
“Sabar, sabar dik. Masalahnya, kartu kuning saya tadi jatuh di mana ya ?” jawab wasit agak gugup sambil mencari-cari kartu kuning tersebut ke seluruh penjuru lapangan, namun tak ketemu.
“Pokoknya pak, kartu merah untuk saya harus dibatalkan!!” kata Bakos keras sambil mengacung-acungkan kepalan tangannya ke hidung wasit.
“Bbbaiklah....tapi kamu mesti dapat kartu peringatan, soalnya kamu sudah keterlaluan.”
“Ho...ho..., ndak apa-apa yang penting ndak di kasih kartu merah.”
Wasit termenung sejenak, gimana ya pikirnya. Kartu yang warna kuning hilang.
“Hmh...bagaimana kalau yang ini saja ?” kata wasit sambil membuka dompetnya lalu mengambil sebuah kartu berwarna kuning (kartu berobat).
Bakos meneliti kartu tersebut. Tampak di situ foto wasit lengkap dengan nama istri dan anak-anaknya. Setelah dibolak-balik sebentar akhirnya Bakos mengangguk-angguk setuju. Maka resmilah Bakos mendapat kartu kuning saat itu juga.
Sumpah serapahpun dihadiahkan oleh para pendukung Kes. KAPUWAS untuk wasit yang batal memberikan kartu merah buat Bakos. Sabaaaar, kata wasit.
Bola kembali bergulir. Pemain KAPUWAS tiba-tiba melakukan serangan kilat, sehingga menimbulkan kemelut di depan gawang Ihsan. Hampir seluruh pemain kedua kesebelasan bergumul di situ. Suara kaki beradu cukup ramai. Kelihatan dengan jelas kaki Bakos di tendang beramai-ramai oleh pemain KAPUWAS. Rupanya mereka ingin membalas dendam atas cederanya beberapa teman mereka. Namun demikian Bakos tidak nampak kesakitan sedikitpun, malah ia berusaha membalas dengna sekuat tenaga.
Sorak sorai penonton membuat Bakos makin bersemangat mengamuk. Semua kaki yang ada di depannya di tebas, tak peduli kaki teman atau lawan (pokoknya yang ada di depan). Namun tiba-tiba saja Bakos yang lagi ngamuk itu jatuh terkapar mengaduh-aduh di depan gawang Ihsan. Semua pemain terkejut, tidak menyangka kalau Bakos bisa kesakitan. Selidik punya selidik ternyata Bakos menendang tiang gawang Ihsan. Entah disengaja atau tidak, yang jelas pemain ini kalau lagi ngamuk, nendang kaki orang tidak pandang bulu. Dan kebetulan tiang gawang dari pohon pinang yang ditendangnya itu juga kelihatan berbulu.
“Tuhan menunjukkan keadilanNya” guman salah seorang pemain KAPUWAS yang kelihatan sangat bersuka cita atas musibah yang menimpa Bakos. Tiada lagi yang perlu ditakuti sekarang ini pikirnya sembari sujud syukur dua kali yang diikuti oleh teman-temannya dan puluhan penonton pendukung fanatiknya.
Sementara itu Bakos menggeliat-geliat kesakitan bagai cacing kepanasan. Pemain yang lain hanya bisa melongo melihat jago mereka terkapar. Tak ada yang berniat menggotongnya keluar sehingga cukup lama pertandingan jadi terhenti.
Tiba-tiba dua orang penonton tak dikenal masuk ke lapangan. Kelihatannya kedua orang yang berbadan kekar dan bertato tersebut lagi geregetan.
“Hey pemain loreng busuk !! Kamu pura-pura cedera ya ?!! Sengaja saja buang-buang waktu, bisa-bisa saya kalah taruhan nih !” bentaknya garang seraya keduanya memegang kaki Bakos dan menyeretnya seperti bangkai ke luar lapangan, lalu dengan seenaknya Bakos dicampakkan begitu saja di depan seorang anak kecil yang lagi kencing. Bakos berteriak-teriak menyumpahi orang tersebut yang sudah beranjak meninggalkannya.
Begitu melihat jagonya tak berdaya, manajer Ali langsung memanggil mbah dukun yang sebentar lagi masa kontraknya akan habis.
“Duk...(dukun), kamu mesti sembuhin kami punya jago, kalau tidak, saya potong uang kontrakmu.”
“Oho..tenang saja” jawab mbah dukun sambil memijit-mijit tulang kering Bakos keras-keras. Bakos menjerit-jerit kesakitan seraya menyumpahi mbah dukun yang dikatakannya tak tahu etika pengobatan.
Kelihatan mbah dukun komat-kamit, entah apa yang diucapkannya, tak seorangpun tahu, puh..puh..pruh...cuih... koeeeeek... cuh...plak...., wak dukun menyemprot-nyemprotkan liurnya ke kaki Bakos. Permen karet yang sejak tadi dikulumnya juga ikut nyemprot, membuat para pemain KAPUWAS tak dapat menahan tawa melihat aksi itu.
“Itu sih dukun beranak,” teriak mereka.
Namun mbah dukun tetap tenang, dan ajaib sekali, Bakos tiba-tiba berhenti mengerang. Dan kini malah kelihatan bersiap-siap bangkit untuk main lagi. Pemain KAPUWAS yang tadinya gembira kini nampak ciut melihat Bakos bugar kembali dan bersiap melakukan aksi pembalasan. Padahal mereka berkeyakinan bahwa Bakos tak bakalan bisa nendang bola untuk beberapa musim kompetisi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Begitu melihat Bakos bangkit, Ali langsung memeluknya penuh kegembiraan, “harapan kami ada di pundakmu.....eh...di betismu” kata Ali.
“Cepetan dikit monyoong.......supaya cepet selesai” teriak wasit, “saya mo cepet pergi kondangan nih!!” lanjutnya.
“Cepetan loreng busuk...!!” dua orang misterius tadi ikut menimpali.
Bakos berlari menuju ke tengah lapangan, langsung mengamuk. Semua pemain yang menggiring bola dikejar lalu disikat bolanya beserta kakinya sekalian, sehingga banyak pemain KAPUWAS yang berloncatan seperti kutu loncat saat hendak beradu kaki dengan Bakos. Sedangkan Bakos sendiri terus saja mengamuk membabi buta....eh...membakos buta. Tendangannya pun jadi ngawur. Bila ia berlari ke arah selatan, lalu salah seorang mengover bola kepadanya, maka bola itu langsung ditendangnya keras-keras ke selatan, tak peduli itu daerah sendiri. Pendeknya Bakos menendang bola ke arah mana badannya menghadap saat itu (ciri khasnya)
Ini sebenarnya yang dikhawatirkan Gafan. Cepat-cepat hendak disadarkannya Bakos. Dan ketika Gafan berlari mendekati Bakos hendak menasehatinya, hampir saja betisnya hendak dibabat oleh Bakos, karena dikira pemain KAPUWAS. Kontan saja sang kapten loncat berjumpalitan ke samping.
Gafan makin bingung melihat ulah Bakos. Segera saja ia berlari mendekati menejer Alie di pinggir lapangan. Gafan minta supaya Bakos diganti saja karena nampaknya akan membawa malapetaka bagi tim mereka. Alie pun menyetujuinya. Ia segera membawa pemain cadangannya menuju ke panitia pertandingan. Setelah melapor, terdengarlah suara dari loud speaker sang reporter.
“Pergantian pemain ! Pemain Kamber, Bakos, nomor punggung 5 digantikan oleh Juned nomor punggung 7. Kepada saudara Bakos silahkan enyah dari lapangan”
Mendengar dirinya akan diganti, Bakos kontan protes. Ia menolak untuk diganti. Malah reporter tersebut dilemparinya dengan tanah keras. Wasit yang coba menyuruhnya keluar, langsung diancam oleh Bakos dengan mengacungkan tinju. Pokoknya Bakos tetap tidak mau keluar, padahal pemain penggantinya sudah masuk ke lapangan. Si Juned terlihat menarik-narik tangan Bakos untuk menyuruhnya keluar. Tapi Bakos tetap bertahan, malah beberapa kali tangan Juned diplintirnya dan ditendang pantatnya. Walhasil kacaulah di lapangan tersebut. Para pemain dan suporter KAMBER memerintahkan Bakos untuk keluar sambil nyumpah-nyumpah. Tapi yang anehnya justru kini pemain musuhnya yakni pemain KAPUWAS mendadak berbalik membela Bakos. Mereka menahan Bakos dan menolak Bakos untuk diganti (Lho, kok bisa). Malah mereka beramai-ramai mendatangi panitia pertandingan untuk menolak pergantian Bakos. Bakos sendiri jadi bingung. Ini yang aneh. Padahal para pemain KAPUWAS adalah musuhnya. Dan tadinya mereka begitu membenci Bakos, malah meminta supaya Bakos dikeluarkan. Tapi sekarang, justru mereka yang meminta Bakos untuk tidak diganti.
“Meski kami adalah musuhmu, tapi kami prihatin dengan penggantiannmu. Kami menolak keras kalau kamu diganti !” ujar kapten Kapuwas sambil menepuk bahu Bakos.
Rupanya para pemain Kapuwas sudah tahu, bahwa apabila Bakos sudah ngamuk, maka pastilah ia bakal bikin goal bunuh diri. Ini sudah jadi rahasia umum. Itu sebabnya pemain KAPUWAS bela-belain menolak penggantian Bakos. Sementara Bakos sendiri saat itu juga menolak untuk diganti. Setiap orang yang berusaha menariknya keluar, langsung saja ditendang tulang keringnya, termasuk menejer Alie. Akhirnya usaha Bakos benar-benar membuahkan hasil, ia tidak jadi diganti. Tak terkira dongkol hati Juned karena ia harus keluar lapangan lagi padahal tadinya ia sudah pemanasan dengan susah payah. Beberapa kali ia menyumpah-nyumpahi Bakos dengan kata-kata kotor. Sementara Gafan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ulah Bakos itu.
Pertandingan pun kembali dilanjutkan.
Suatu ketika tatkala Gafan cs melakukan serangan kilat, Bakos sempat menendang bola dengan sangat keras ke gawang musuh. Bola melesat dengan cepat dan tajam. Namun demikian bola terpental karena ditepis sang kiper dan kembali keluar kotak penalti. Bola masuk ke kubangan. Nampak terlihat di pinggir gawang dua sejoli seram mengacung-acungkan tangan terkepal ke arah Bakos. Rupanya mereka mulai marah karena Bakos menendang bola keras-keras.
“Awas kalau sampai kena rumah saya lagi, mampus kamu !!” ancam suami si bibi seraya memelintir kumis melintangnya tiga kali.
Para pemain KAMBER mulai ciut. Namun Bakos tetap tenang. Diambilnya bola dari dalam kubangan kerbau itu, kemudian diletakkan di atas, tepat setengah meter di luar garis. Bakos ambil ancang-ancang untuk nendang bola dengan keras. Namun sebelum menendang didekatinya bola tersebut dan diambilnya lagi. Rupanya Bakos sedang mencelupkan bola tersebut pada sisa tahi kerbau yang masih basah. Bola pun kelihatan belepotan oleh tahi kerbau.
Melihat hal itu, beberapa pemain KAPUWAS yang sudah membentuk pagar betis di depan bola, kelihatan akan protes. Tapi belum sempat mereka protes, mendadak secepat kilat Bakos menendang bola penuh tahi kerbau itu dengan sangat keras.
Dan tentu saja, barisan pagar betis yang sudah rapi itu pada bersibak berlarian, takut terkena tahi kerbau. Termasuk kiper KAPUWAS sendiri terlihat tiarap menyelamatkan diri. Detik itu juga bola melesat dengan kecepatan tinggi. Namun karena Bakos nendang dalam posisi agak miring, maka bola pun melesat agak miring. Ya, miring ke samping gawang dan dengan telak melesat mengenai muka suami si bibi.
Mendapat hantaman bola keras itu, suami si bibi jatuh terjengkang. Kumis si suami yang telah diplintir tiga kali itupun jadi kacau balau. Bahkan tahi kerbau nampak nempel di kumis dan seluruh mukanya. Si bibi nangis histeris. Beberapa penonton di kiri kanannya terlihat menghitung-hitung seperti juri tinju. Namun karena sampai hitungan kesepuluh si suami ini tidak bangkit, maka para penonton pun menggotongnya pulang. Sementara itu si bibi karena sibuk ngurus suaminya, ia jadi tidak sempat mengejar-ngejar Bakos. Ia terlihat histeris menyebut-nyebut nama Tuhan.
“Sudah !! Jangan dihiraukan. Waktunya tinggal dua menit” ujar wasit. “Ayo cepet !! Saya ada kundangan rowah nih” ulangnya.
Pertandingan pun kemudian dilanjutkan lagi. Langsung terjadi serangan kilat ke daerah pertahanan KAMBER. Dan pada detik-detik terakhir terjadilah suatu kemelut di depan gawang Ihsan. Semua pemain bergumul di situ saling berebut bola. Bakospun tidak ketinggalan Berjibakutai, dan kebetulan saat itu ia menghadap ke gawangnya sendiri. Begitu datang bola ke arahnya, langsung saja ditandangnya keras-keras hingga Ihsan yang berusaha menangkap bola tersebut, jadi terpental masuk ke dalam gawang bersama bola.
Gooooooll........teriak pemain KAPUWAS histeris seraya bersama-sama memeluk dan mengusung tinggi-tinggi Bakos yang tadi dibencinya. Sementara itu Ihsan menyumpah-nyumpahi Bakos tak karuan, begitu pula Ali, mbah dukun dan penonton lainnya. Bakos benar-benar jadi bulan-bulanan sumpah serapah. Semua isi satwa yang ada di kebun binatang disebut-sebut untuk menyumpahi Bakos. Sementara Bakos sendiri hanya ternganga mendengar sumpah serapah yang dibingkiskan khusus untuknya.
Akhirnya saat itu juga peluit panjang berbunyi, pertandingan usai dengan kedudukan 2 - 1 untuk kekalahan kesebelasan KAMBER. Manajer Ali hanya bisa bertolak pinggang melihat kenyataan tersebut.
“Bangkrut nih, manajer”, gerutunya sambil berlalu dari tempat itu tanpa menghiraukan mbah dukun yang ngomel karena uang kontraknya dibayar kurang. “Bangkrut nih menejer” ujarnya sekali lagi.
Beberapa pembotoh yang kalah taruhan terlihat bergiliran menjotos kepala Bakos. “Gara-gara kamu, Brengsek” umpatnya. “Dasar loreng busuk” kata yang lain. “Loreng lu....” sambut mbah dukun yang ikutan menjotos kepala Bakos dan mengancam akan menyihir Bakos menjadi kodok.
Bakos hanya ternganga. Tiba-tiba……”tunnng”, kepalanya kembali dijitak. Kali ini dengan alu sebesar lengan. Rupanya si bibi telah kembali lagi untuk membalaskan dendam suaminya.

PERTANDINGANPUN USAI, PENONTON BUBAR SEIRING DENGAN TERDENGARNYA AZAN MAGRIB

Setiba di kampung, Gafan cs kembali dielu-elukan dengan tertawaan dan siraman air comberan oleh Abah Halil sekeluarga. Malah malam itu Abah Halil langsung mengadakan syukuran besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukur atas kekalahan yang diderita Gafan cs. Siaaall.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar